Macam-macam Akhlak Karimah - Perilaku Terpuji (Adil, Ridha, dan Amal Shaleh)

Macam-macam Akhlak Karimah - Perilaku Terpuji (Adil, Ridha, dan Amal Shaleh)

Akhlakul Karimah atau perilaku terpuji merupakan salah satu norma kehidupan yang harus dimiliki oleh manusia untuk membangun kehidupan yang bermartabat. Akhlak yang buruk akan memperburuk kehidupan bermasyarakat. Pembahasan kali ini terdiri atas beberapa contoh perilaku baik yaitu, Adil, Ridha, dan Amal Sholeh.

Perilaku Adil


a. Pengertian Adil

Adil dalam bahasa arab dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Al-adlu artinya keadilan yang ukurannya didasarkan kalbu atau rasio. Al-idi artinya keadilan yang dapat diukur secara fisik yang dapat dirasakan dengan pancaindera. Dalam kamus bahasa indonesia, adil berasal dari bahasa arab yang berarti tidak berat sebelah, jujur dan tidak memihak.

Adil menurut istilah ilmu akhlak adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya, menerima hak tanpa lebih dan memberi hak orang lain tanpa kurang,  memberi hak kepada yang berhak menerima secara lengkap, tidak melebihi dan tidak mengurangi.

Keadilan adalah bentuk sifat atau sikap dari kata adil, sebagaimana firman Allah SWT yang terdapat dalam Q.S. An-Nahl 90 yang artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh ( kamu ) berlaku adil dan berbuat kebajikan memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran,dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran."

Sedangkan keadilan itu sendiri adalah sendi pokok ajaran islam yang harus ditegakkan. Karena jika keadilan ditegakkan, maka segala urusan akan lancar, sebaliknya, jika hukum dan keadilan rapuh, maka akan terjadi perpecahan dan kekacauan di kalangan umat. Perintah Allah kepada orang-orang beriman agar betul-betul menegakkan keadilan tercantum dalam Q.S. An-Nisa 135 yang artinya:

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."

b. Macam-macam Perilaku Adil

Berlaku adil dapat diklasifikasikan kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut:

Berlaku adil kepada Allah SWT, yaitu menjadikan Allah SWT sebagi satu-satunya Tuhan yang memiliki kesempurnaan. Kita sebagai makhluk-Nya harus senantiasa tunduk dan patuh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Berlaku adil pada diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada tempat yang baik dan benar. Diri kita harus terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan keselamatan, tidak menganiaya diri sendiri dengan menuruti hawa nafsu yang akibatnya dapat mencelakakan diri sendiri.

Berlaku adil kepada orang lain, yaitu menempatkan orang lain pada tempat yang sesuai, layak, benar, memberikan hak orang lain dengan jujur dan benar serta tidak menyakiti serta merugikan orang lain

Berlaku adil kepada makhluk lain, yaitu dapat memperlakukan makhluk Allah yang lain dengan layak sesuai syariat dan menjaga kelestariannya dengan merawat serta tidak merusaknya.

c. Contoh Perilaku adil

Berlaku adil terhadap allah yaitu menyembah dengan melakukan ibadah sesuai dengan syariat islam dan menjauhi larangan-Nya, serta bersyukur atas nikmatnya. Contoh: shalat, zakat puasa dan haji. Berlaku adil terhadap diri sendiri, yaitu apabila sikap dan perilakunya baik, diridhai Allah dan bermanfaat bagi dirinya. Contohnya: tekun belajar, disiplin dalam beribadah, dan giat beramal saleh.

Berlaku adil kepada orang lain, yaitu: apabila dapat memenuhi hak dan kewajiban kepada orang lain. Contoh: tutur kata yang sopan, tolong menolong.

Berlaku adil kepada makhluk lain, yaitu memperlakukan lingkungan sesuai dengan habitatnya yang semua itu bermanfaat bagi manusia. Contohnya: menyayangi, memelihara, dan melestarikan, bahkan terhadap binatang harus memberi makan dan minum yang cukup.

d. Kebiasaan berperilaku adil

Cara menunjukkan sikap adil kepada orang lain dapat dilakukan dengan hal-hal seperti, memberikan rasa aman kepada orang lain dengan sikap ramah,sopan dan santun, patuh pada perintah Allah dan melaksanakannya serta menjauhi larangan-Nya, menjadi teladan dan menciptakan suasana yang kondusif,tenteram serta rukun, bila bermitra harus saling menguntungkan dan memanfaatkan alam untuk kemaslahatan dan kebaikan hidup didunia dan diakhirat, tidak sombong atau angkuh bila bergaul dengan masyarakat berbagai lapisan. Berpikiran positif ( positive thinking ), yaitu berprasangka baik terhadap orang-orang yang ada disekitarnya. Selalu berbuat kebajikan atau kebaikan terhadap sesama, khususnya fakir miskin. Selalu menggunakan akal dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, tidak pilih kasih bila berkawan, tidak membuat kerusakan, permusuhan dan kedengkian, dan tidak mendahulukan emosi didalam menghadapi masalah

e. Hikmah Berlaku adil

Hikamh berlaku adil adalah terciptanya rasa aman, tenteram dan tidak ada rasa khawatir terhadap orang lain. Memberantas kezaliman dan tindak tercela dalam masyarakat. Akan menumbuhkan semangat bekerja dan kreativitas dalam bekerja. Meningkatkan harkat dan martabat manusia sebagai mahluk individu maupun sosial.

Perilaku Ridha / Ridho


a. Pengertian Ridha

Kata ridha berasal dari bahasa arab, yaitu: Radiya, artinya senang hati (rela). Menurut syara' rida artinya, menerima dengan sengan hati atas segala yang diberikan Allah SWT, baik berupa hukum(peraturan-peraturan), maupun ketentuan-ketentuan yang ditetapkan-Nya. Ridha (رِضَى ) menurut kamus al-Munawwir artinya senang, suka, dan rela.

Menurut istilah rida berarti menerima dengan rasa senang apa yang diberikan oleh Allah baik berupa peraturan, hukum, ataupun qada atau ketentuan nasib.

Dalam kehidupan ini seseorang harus mampu menampilkan sikap ridha minimal dalam empat hal:

1. Ridha terhadap perintah dan larangan Allah

Ridha terhadap perintah dan larangan Allah Artinya ridha untuk mentaati Allah dan Rasulnya. Pada hakekatnya seseorang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridha terhadap semua nilai dan syari'ah Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Bayyinah ayat 8 yang artinya :

"Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'dan yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya"

Dari ayat tersebut dapat dihayati, jika kita ridha terhadap perintah Allah maka Allah pun ridha terhadap kita.

2. Ridha terhadap taqdir Allah.

Mari kita simak, apa yang dikisahkan berikut; pada suatu hari Ali bin Abi Thalib r.a. melihat Ady bin Hatim bermuram durja, maka Ali bertanya. "Mengapa engkau tampak bersedih hati?" Ady menjawab "Bagaimana aku tidak bersedih hati, dua orang anakku terbunuh dan mataku tercongkel dalam pertempuran." Ali terdiam haru, kemudian berkata, "Wahai Ady, barang siapa ridha terhadap taqdir Allah swt. maka taqdir itu tetap berlaku atasnya dan dia mendapatkan pahalaNya, dan barang siapa tidak ridha terhadap taqdirNya maka hal itupun tetap berlaku atasnya, dan terhapus amalnya."

Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan, sedangkan sabar adalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang muslim. Perbedaan antara sabar dan ridha adalah sabar merupakan perilaku menahan nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima taqdir Allah swt. Dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab didalam hatinya selalu tertanam sangkaan baik (Husnuzan) terhadap sang Khaliq bagi orang yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat kepada Allah, dan semakin mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah.

3. Ridha terhadap perintah orang tua

Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Karena keridhaan Allah tergantung pada keridhaan orang tua, perintah Allah dalam Q.S. Luqman ayat 14, yang artinya :

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu."

Bahkan Rasulullah bersabda : "Keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua, dan murka Allah tergantung murka orang tua." Begitulah tingginya nilai ridha orang tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah, mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua. Ingatlah kisah Juraij, walaupun beliau ahli ibadah, ia mendapat murka Allah karena ibunya tersinggung ketika ia tidak menghiraukan panggilan ibunya.

4. Ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara

Mentaati peraturan yang belaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah swt. karena dengan demikian akan menjamin keteraturan dan ketertiban sosial. Mari kita hayati firman Allah dalam Q.S. an-Nisa ayat 59 yang artinya :

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."

Ulil Amri artinya orang-orang yang diberi kewenangan, seperti ulama dan umara (Ulama dan pemerintah). Ulama dengan fatwa dan nasehatnya sedangkan umara dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Termasuk dalam ridha terhadap peraturan dan undang-undang negara adalah ridha terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian, berarti membantu diri sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.

b. Contoh-contoh perilaku ridha

Apabila usaha mengalami kebangrutan, ia masih berusaha sesuai dengan kemampuan, sabar, dan besyutkur atas kenikmatan yang diterimanya dari Allah SWT.

Jika kehidupan mengalami kemiskinan, ia tetap sabar dan tawakal kepada Allah SWT. Dalam lingkungan pekerjaan ia mengalami naik turunya pangkat dan kedudukan. Apabila terjadi kematian terhadap anggota keluarganya, ia akan berusaha sabar, tabah dan iklas atas takdir Allah SWT.

c. Kebiasaan Berperilaku Ridha

Sabar dalam melaksanakan kewajiban hingga selesai dengan kesungguhan usaha atau ikhtiar serta penuh tanggung jawab. Senantiasa mengigat Allah dan tetap melaksanakan ibadah dengan khusu’. Tidak iri hati atas kekurangan atau kelebihan orang lain dan tidak riya’ untuk dikagumi usahanya. Senantiasa bersyukur atau berterimakasih kepada Allah atas nikmat dan pemberian-Nya. Tetap beramal saleh kepada sesame sesuai dengan keadaan dan kemampuan. Menunjukkan kerelaan atau rida terhadap diri sendiri dan Allah SWT.

Amal Saleh


a. Pengertian Amal Saleh

Menurut pengertian kebahasaan, amal berarti perbuatan dan saleh berarti baik. Amal Saleh berarti perbuatan yang baik. Menurut istilah dalam pengertian yang khusus, amal saleh atau perbuatan yang baik ialah setiap hal yang mengajak dan membawa ketaatan kepada Allah SWT, atau perbuatan yang megantar pada ketaatan terhadap Allah SWT, baik perbuatan lahir maupun batin. dalam pengrtian yang umum, amal saleh ialah semua perbuatan lahir atau batin yang berakibat pada hal yang positif atau bermanfaat. Jadi yang di maksud dengan amal saleh ialah suatu perbuatan yang baik, yang dikerjakan hanya semata-mata karena Allah SWT dan dikerjakan untuk memperoleh rida-Nya.

Ukuran kesalehan adalah berdasarkan al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 82 yang artinya :

"dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya."

Syarat-syarat amal sholeh agar dapat bernilai Ibadah antara lain:

1. Niat yang tulus

Dalam Islam, niat adalah salah satu faktor penentu apakah amal sesorang dikatakan shaleh atau bukan. Sebelum seseorang berbuat hendaklah luruskan dulu niat dan tujuannya , yaitu hanya semata-mata mencari ridha Allah. Sebagai contoh, menyapu kelas yang kotor adalah amal shaleh, tetapi jika dilakukan terpaksa atau karena ingin dipuji oleh guru, maka pertbuatan tersebut tidak termasuk amal shaleh karena tidak punya nilai di hadapan Allah.

Rasulullah saw bersabda yang artinya:”sesungguhnya amal perbuatan itu bergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang akan memperoleh sesuatu sesuai dengan niatnya. Rasulullah saw bersabda: “Allah tidak menerima amal melainkan yang didasari ikhlas karena Allah dan untuk mencari keridaan-Nya.”(H.R.Ibnu Majah)

2. Ada manfa'atnya

Artinya perbuatan yang hendak dilakukan benar-benar bermanfa’at baik bagi dirinya maupun bagi orang lain; Baik untuk di dunia ataupun untuk di akhirat. Islam mengajarkan bahwa perbuatan yang tak mengandung manfa’at tidak boleh dilakukan, karena termasuk perbuatan sia-sia (tabzir).

3. Prosesnya benar

Perbuatan dipandang benar atau termasuk amal shaleh apabila prosesnya tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan akhlaq mulia. Sebagai contoh, seseorang berjualan atau dagang dengan tujuan untuk mencari rizki agar bisa menafkahi keluarganya, tetapi dengan cara-cara yang tidak halal, misalnya dengan cara menipu atau mengurangi timbangan dan sebagainya. Maka perbuatan dagang tersebut menjadi tercela, tidak termasuk amal shaleh.

b. Bentuk-bentuk amal saleh

Saleh secara ilahiyah dan saleh secara sosial. Kesalehan haruslah memiliki dua dimensi sekaligus. Jika dimata Allah dianggap saleh, maka dimata manusiapun haruslah mendapatkan pengakuan yang sama. Karena kesalehan dihadapan Allah haruslah diperoleh manfaatnya oleh masyarakat manusia sekitarnya. Perhatikan hadis berikut yang artinya : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik-baik, kalau ia tidak sanggup melakukannya, hendaklah ia diam”. Sabdanya lagi : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tetangganya”.

Sabdanya lagi : “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormat tamunya”. Sabdanya lagi : “Iman itu ada 70 cabang, dan malu termasuk cabang iman”. Dari hadis-hadis tersebut, bahwa buah dari keimanan kepada Allah dan hari akhir adalah kesalehan sosial.

Cara memelihara kesalehan, adalah bergaul dengan orang-orang yang saleh Perhatikan kisah-kisah berikut, suatu hari, Syafiq al-Balkhi (seorang dokter ahli jiwa) berkata kepada muridnya Hatim al-Asham.”Apa yang kau pelajari selama tinggal bersamaku (30 tahun). Hatim al-Asham menjawab, ada enam perkara yang dapat kuambil : Pertama, Aku melihat orang-orang selalu ragu dalam mensikapi masalah ketentuan rizki. Tidak satupun dari mereka kecuali bersikap kikir terhadap harta yang dimilikinya, dan tamak dalam memperolehnya. Namun aku bertawakal kepada Allah karena firmanNya dalam Q.S. Hud ayat 6 yang artinya :

Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi ini melainkan Allahlah yang menjamin rizkinya.

"Oleh karena aku termasuk binatang melata, maka hatiku tidak merisaukan sesuatu yang sudah dijamin Allah Yang Maha Perkasa dan Maha Kuat".

Sang guru baru berkata, “Bagus”. Kedua, Aku melihat setiap orang mempunyai teman untuk mencurahkan rahasia dan mengadukan permasalahannya kepadanya, namun teman mereka itu tidak dapat menyimpan rahasia dan tidak mau saling menolong. Maka aku menjadikan amal salehku sebagai teman, supaya dapat menolongku saat hari perhitungan (hisab), meneguhkan diriku dihadapan Allah dan menemaniku saat meniti shirat. Sang guru berkata : “Bagus”. Ketiga, Aku melihat setiap orang mempunyai musuh dan saat kucermati diriku, ternyata musuhku bukanlah orang yang menggunjingku. Tidak pula orang yang menzalimiku dan menyakitiku, tetapi musuhku adalah orang yang ketika aku sedang taat kepada Allah ia menggodaku dengan perbuatan maksiatnya. Aku melihat bahwa yang berbuat demikian itu adalah iblis, jiwa dunia dan hawa nafsu. Aku menjadikan semua itu sebagai musuh, aku menjaga diri dari mereka dan aku mempersiapkan diri untuk memerangi mereka. Aku tidak akan membiarkan salah satupun dari mereka mendekatiku. Sang guru berkata : “Bagus”.Keempat, Aku melihat bahwa setiap makhluk hidup senantiasa dibuntuti. Dan yang membuntuti adalah malaikat maut. Maka aku mempersiapkan diriku untuk menemuinya hingga bila dia datang, aku pergi bersamanya tanpa halangan. Sang guru berkata : “Bagus”. Kelima, Aku melihat orang-orang saling mencinta dan membenci dan aku melihat orang mencintai tidak memiliki sesuatu untuk kekasihnya. Aku merenungkan sebab percintaan dan kebencian mereka, maka aku tahu penyebabnya adalah fisik (jasad). Aku menafikan (sebab fisik) dengan menafikan hubungan-hubungan antar jiwa dan jasadku, yaitu hubungan syahwat. Maka aku mencintai semua orang, aku tidak merelakan sesuatu atas mereka kecuali apa yang aku ridhai untuk diriku. Sang guru berkata : “Bagus”.

Keenam, Aku melihat bahwa setiap orang akan meninggalkan tempat tinggalnya dan nasib setiap orang akan kembali ke liang kubur. Maka aku mempersiapkan semua amal perbuatan yang mampu kulakukan dan yang akan membahagiakanku ditempat yang baru itu, yang tidak ada satupun dibaliknya, kecuali surga dan neraka. Sang guru Syafiq al-Balkhi menimpali :”cukup dan laksanakanlah enam perkara itu sampai mati”. Dari kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa kesalehan akan terpelihara dengan baik apabila kita bergaul dengan orang-orang saleh juga.

c. Amal saleh dapat menolong saat kesulitan

Amal-amal saleh ternyata dapat menolong si pemiliknya dalam kesulitan, sebagaimana dikisahkan oleh rasulullah berikut : “Ada tiga orang dari umat sebelum kalian melakukan perjalanan hingga malam menjelang. Merekapun bermalam di sebuah gua. Ketika mereka masuk di bagian dalam, tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari atas bukit dan menyumbat mulut gua. Mereka berkata kepada diri mereka masing-masing. Tidak akan bisa menyelamatkan diri, kecuali bila memohon kepada Allah dengan perbuatan saleh pernah dilakukan”. Seorang dari mereka berdo’a : “Ya Allah hamba dulu mempunyai bapak dan ibu yang sudah tua renta. Hamba senantiasa memberi minum kedua orang tua hamba sebelum memberi minum keluarga dan anak-anak hamba. Pada suatu hari karena pekerjaan hamba mencari kayu membuat hamba pergi terlampau jauh hingga tidak bisa pulang dan merekapun tertidur menunggu kedatangan hamba. Sampai di rumah hamba langsung memerah susu untuk keduanya, tapi mereka sudah pulas. Hamba merasa segan untuk membangunkan mereka dan hambapun tidak mau memberi minum keluarga dan anak-anak hamba sebelum mereka minum terlebih dahulu. Maka hambapun memutuskan untuk tetap menunggu dengan periuk di tangan hingga fajar mulai menerangi dan anak-anak hamba merintih kelaparan, merajuk di kaki hamba. Tak lama kedua orang tua hamba bangun dan mereka bisa minum minuman yang telah hamba sediakan. “Ya Allah, Jika menurutMu hamba melakukan hal itu demi mendapat keridhaanMu, maka lepaskanlah kami dari musibah batu yang menimpa kami”. Dan tiba-tiba batu penyumbat mulut gua itu bergeser, tetapi belum cukup untuk bisa keluar. Salah seorang dari mereka memohon lagi : Hamba dulu mempunyai saudara sepupu perempuan dan dia adalah orang yang paling hamba cintai. Hamba terus berusaha membujuknya, namun ia menolak hasrat cinta hamba. Hingga akhirnya datang musim kemarau yang panjang, iapun datang menemui hamba, hamba memberinya 120 dinar dengan syarat ia mau melayani keinginan hamba, maka ia menyanggupinya. Ketika hamba hendak menjamahnya, ia berkata, “takutlah kepada Allah dan janganlah engkau gunakan cincin ini kecuali sesuai haknya”.

Mendengar kata-kata itu hambapun pergi meninggalkannya, dan dia tetap orang yang paling hamba cintai. Hamba tinggalkan emas yang telah hamba berikan padanya. Ya Allah jika hamba melakukan perbuatan itu karena mengharap keridhaanMu, maka lepaskanlah kami dari apa yang menimpa kami. Seketika itu batu mulai terkuak lagi namun belum cukup untuk keluar dari gua itu. Lelaki ketiga ganti memohon, “Ya Allah, hamba dulu sering menyewa pekerja dan senantiasa memberikan mereka upah, kecuali seorang dari mereka pergi, tidak memberitahukan kemana perginya. Hambapun memutuskan untuk menginvestasikan upah orang itu hingga berkembang menjadi banyak. Suatu ketika si pekerja itu datang kepada hamba dan berkata, “Wahai hamba Allah, berikan padaku upah kerjaku”. Hamba berkata kepadanya, “Semua yang kamu lihat, unta, sapi, kambing dan budak-budak ini adalah upah kerjamu. Orang itu berkata, “Wahai hamba Allah, janganlah bergurau denganku”. Hamba menjawab,

“Aku tidak bergurau”. Maka orang itu mengambil semua hartanya dan tidak menyisakan sedikitpun dari harta itu. “Ya Allah, jika hamba melakukan semua itu demi mengharap ridhaMu, maka lepaskanlah kami dari musibah yang menimpa kami”. Maka terbukalah batu yang menyumbat mulut gua itu, dan mereka bertiga keluar dari gua dengan selamat. (H.R.Al-Bukhari dan Muslim). Melihat kisah tersebut maka perbanyaklah sadaqah dan amal saleh karena sadaqah dan oamal saleh bisa menjadi tolak balak dan akan menjadi penolong dari kesulitan dalam kehidupan.

e. Perilaku orang yang beramal saleh

Mereka akan selalu berusaha meningkatkan iman dan takwanya kepada Allah dengan memperbanyak pembianaan rohani. Mereka akan selalu meningkatkan, memperbanyak, dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk beramal saleh. Mereka berusaha menghindari pergaulan lingkungan nonagamis karena lingkungan sangat berpengaruh pada kehidupan seseorang. Mereka kan selalu bersyukur atas nikmat Allah yang telah diterima dan dapat menikmati dengan ikhlas. Mereka dapat mengamati dengan saksama bagaimana indahnya kehidupan orang-orang yang beramal saleh.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Ar-Rahman dan Terjemahan (Artinya)

Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Qada dan Qadar

Ayat-ayat Al-Quran tentang Berpakaian dan Kewajiban Menutup Aurat